militerism

Saturday, November 23, 2013

Polisi langgar lampu merah tabrak pemotor, motornya ditilang!

Polisi lalu lintas yang mengendarai mobil patroli Gakkum (Penegakan Hukum) menabrak pengendara motor dan ibu pejalan kaki di perempatan Jalan Soekarno-Hatta, Bandung. Disinyalir, polisi tersebut melaju kencang untuk menghindari lampu merah.

"Lampu lalu lintas di perempatan Soekarno-Hatta dari Jalan Gatot Subroto sudah warna kuning, ada sepeda motor berjalan pelan tetapi mobil polisi yang ada di belakang motor tersebut malah melaju kencang. Akibatnya, mobil polisi itu menabrak pengendara motor dan ibu pejalan kaki yang hendak menyeberang. Saya foto karena saya ada di belakang mobil polisi itu," ujar saksi Widdy Mochammad kepada merdeka.com, Jumat (22/11).

Widdy menuturkan, akibat tabrakan tersebut, pemotor tersungkur dan ibu pejalan kaki terjerembab. Polisi yang mengendarai mobil itu, lanjut dia, turun dan membawa ibu tersebut ke pinggir.

"Saat pemotor mengangkat motor, ternyata kuncinya dibawa oleh polisi penabrak tersebut. Malah pemotor yang taat lalu lintas itu disuruh ke pospol dekat situ untuk ditilang," jelas dia.

Akibat kejadian tersebut, arus kendaraan di lokasi kejadian sempat macet. "Karena takut menambah kemacetan, kemudian saya melanjutkan perjalanan. Terakhir saya lihat, ibu pejalan kaki masih berada di pinggir jalan," ujar dia.

Seperti diketahui, pengendara hendaknya memperlambat laju kendaraannya saat lampu lalu lintas berwarna kuning. Bukan sebaliknya, malah memacu kendaraannya. Karena bisa mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

Polisi tabrak pemotor dan pejalan kaki. ©2013


Reporter : Dedi Rahmadi | Jumat, 22 November 2013 14:21
Sumber   : merdeka.com

Sunday, November 17, 2013

Antara Seringai, Polisi, Dan Kebebasan Berekspresi


"Selamat datang di era kemunduran, pikiran tertutup jadi andalan."

-Seringai  (Mengadili Persepsi)


Bias konsep dan hukum Undang-undang yang bersinggungan dengan praktik hukum di negara demokratis kita tercinta ini, sering kali jadi penyebab lahirnya keinginan dan praktik politik (p kecil) yang memasung kebebasan berekspresi dan kebebasan berargumentasi.

Suatu hari Benny Handoko (@benhan) dimasukkan ke penjara karena kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap mantan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Misbakhun, melalui situs jejaring sosial Twitter miliknya. Atau di hari lain, Muhammad Arsyad, aktivis Garda Tipikor ditahan setelah menjalani pemeriksaan terkait kasus pencemaran nama baik Nurdin Halid di status BlackBerry Messenger miliknya. Seakan tidak mau kalah juga, para pekerja seni kita, “berkarya” viatweetwar”nya, dan  menjadi headline infotainment (masih sebatas wacana ibu-ibu dan para pembantu), seperti kasus Marisahaque Vs Adie MS, dan lain lainnya. Ada juga sikap Juru Bicara Front Pembela Islam Munarman yang menyiramkan secangkir air ke wajah Guru Besar Sosiolog Tamrin Akmal Tamagola (yang saya anggap telah menebar teror dan ancaman terhadap demokrasi dan kebebasan berpendapat).

Okeeh, itu hanya contoh (tanpa bermaksud membuat analogi yang berlebihan), saya tidak akan membahas lebih detail kasus-kasus yang terjadi diatas, karena selain sedikit gak nyambung dengan judul, saya akan membahas tentang kasus Seringai Vs Kepolisian (yaaa,kepolisian!!), yang kurang lebih temanya sama, (lagi-lagi) Pencemaran Nama Baik dan Kebebasan Berekspresi (dan berargumentasi).


Begini Ceritanya Kawan….

Kasus bermula pada saat acara pergelaran Bandung Youth Park, Helarfest di Bandung, 30 Maret 2008 silam. Saat itu, tiga orang pengunjung yang memakai kaos Band 'Lencana' Seringai, dipaksa melepas kaos itu oleh petugas kepolisian, lalu di giring ke kantor  dan terkena wajib lapor.

Kasus ini kemudian berkembang lebih jauh. Pada hari Selasa tanggal 9 Agustus 2008, dua karyawan Riotic Distro di Jl. Sumbawa No. 61, Bandung (distributor penjual kaos tersebut), juga dijemput pihak kepolisian. Deden (supervisor) dan Subekti (penjaga toko), dibawa ke Polres Bandung Tengah sekitar pukul 14.00 WIB. Selain itu, Santo sebagai produsen kaos tersebut dari Love Conspiracy juga turut dibawa ke Polres Bandung Tengah untuk dimintai keterangan.

Hari Kamisnya, Arian (vokalis Seringai) beserta manajer band, Andreas Wulur, mendatangi Polres Bandung Tengah, untuk di hujani pertanyaan tim penyidik, seputar beredarnya kaos versi 'Lencana' yang diklaim menghina dan mencemarkan nama baik institusi kepolisian.


Emang Gimana sih Kaosnya?

Pada bagian depan T-shirt putih yang merupakan marchandise Seringai itu, terdapat gambar karikatur dengan logo Tribrata kepolisian. Sementara di bagian belakang, terdapat gambar tentang polisi yang membusuk seperti tengkorak, membawa pentungan dan seperti zombie dan tertulis "MELINDUNGI,DAN MELAYANI SIAPA?" Menurut Arian, “ Sebagai latar belakang, desain T-shirt ini diambil dari lagu Seringai yg berjudul "Lencana". Gambarnya adalah reprensentasi dari seorang Rotten,Decaying Cop, dia menghalau sebuah stik besar. Gambar Aparat yg korup, dan sewenang-wenang saya gambarkan Sebagai "Zombie", tidak mempunyai hati,tidak hidup, membusuk, dan menakutkan”(serem yaaa,hehehee..).

T-shirt "Lencana" Seringai


Apa Sih Pencemaran Nama Baik? Kok Bisa Didekriminalisasikan?

Pencemaran nama baik adalah istilah hukum yang digunakan untuk menuduh seseorang mengenai suatu fakta yang tepat sehingga mencoreng nama baik. Fakta tersebut tercetak, disiarkan, diucapkan atau dikomunikasikan dengan orang lain.

Untuk lebih jelasnya, silahkan baca : Dekriminalisasi pasal pidana pencemaran nama baik, oleh: International Federation of Journalists, 2005, Pengarang: Emma Walters dan Alex Johnson (panjang banget soalnya pembahasannya, saya hanya punya pdf version nya).


Terus Pembelaannya Gimana?

Kalau mau ngomongin hukum (kata Farhat abbas,eeh salah..kata kawan saya anak Hukum maksudnya), berdasarkan Pasal 28 tentang kebebasan berpendapat, terkait dengan pasal 28F yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi denggan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

Prinsip-prinsip ini disusun berdasarkan pemahaman bahwa kebebasan berekspresi dan kesetaraan merupakan hak-hak dasar. Dengan kata lain, Undang-undang pencemaran nama baik hanya sebagai penyeimbang dari Undang-undang kebebasan berpendapat (mungkin biar gak kebablasan..). Karena pemidanaan pencemaran nama baik merupakan suatu pelecehan terhadap kebebasan berbicara.


Bagaimana Hubungannya Dengan Kasus Seringai?

Saya kurang mengerti bagaimana detail kasus ini sebenarnya, tapi intinya, kaos Seringai versi “lencana” tersebut, diklaim telah menghina dan mencemarkan nama baik institusi kepolisian. Sehingga semua yang berhubungan dengan kaos tersebut, harus berurusan dengan salah satu institusi paling arogan di negri kita ini, mulai dari produsen,distributor hingga konsumen yang rata-rata (mungkin, jika dilihat dari fanbase Seringai) masih di bawah umur. 


So What!!??

Sebagai pertanyaaan pembuka, bagaimana kita mendefinisikan terms “pencemaran nama baik” tersebut?

Dalam Undang-undang yang bersangkutan, tidak didefinisikan secara rinci apa saja yang bisa dianggap “pencemaran nama baik”, artinya, apapun yang kita lakukan/tuliskan/gambarkan, jika ada yang tidak suka, bisa saja memperkarakannya dengan pasal pencemaran nama baik tersebut. Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya? orang-orang akan takut mengemukakan pendapat dan jadi enggan berargumentasi karena bisa saja argumentasi itu melahirkan “perasaan tidak senang” pada satu pihak (terlebih institusi POLRI!), sehingga akan dirancang semacam “perangkap” yang menggunakan pasal pencemaran nama baik tersebut. Selanjutnya kita akan menjadi sasaran empuk bagi orang-orang yang tidak mampu berdebat dan mengambil jalan singkat dengan jebakan-jebakan tersebut, apalagi orang-orang itu mempunyai kekuasaan “extra”. BANK BANK BANK!!! 

Sekedar menolak lupa, di Indonesia masih banyak Undang-undang yang tidak didefinisikan secara rinci, dan bersifat “ambiguitas” (terutama Undang-undang pencemaran nama baik ini), sehingga semuanya kembali ke masalah PERSEPSI, dan semua orang jelas bisa punya persepsi berbeda. Dan biasanya (juga dalam kasus ini), sangat jelas bahwa persepsi yang berkuasalah yang akan memegang kendali di permukaaan (ingat juga kasus Cecak Vs Buaya).


Mungkin Pak Polisi marah namanya jadi tercemar atau merasa di fitnah..

Atas dasar apa? kita tidak usah lagi membahas panjang lebar tentang “citra” polisi (membosankan!), jika itu kalian anggap sebagai “pencemaran nama baik”. Nama yang baik hanya ada di buku “Kumpulan Nama-Nama Bayi”, dan Keadilan hanyalah nama sebuah Partai. Tidak untuk kalian. Arogansi tangan besi dan Intimidasi polisi bisa menjadi kunci kemarahan kami. Uang damai di perempatan jalan sampai rekening gendut  perwira kalian cukup menjadi pemicu terpatrinya sikap sinis masyarakat awam. Bahkan ketersinggungan kolektif itu telah menjelma menjadi semangat perlawanan.

Kaos tersebut hanyalah salah satu dari ribuan bahkan jutaaan bentuk kritikan yang ditujukan buat bapak-bapak berseragam cokelat ini. Itu belum termasuk wacana di warung kopi, mahasiswa yang demonstrasi, sampai sumpah serapah para bikers korban tilang di seluruh penjuru negri. Mungkin kalau semuanya mau di usut, penjara akan penuh sesak dan yang selamat hanya tersisa anggota polisi,rekan penguasa, kolega dan keluarganya.

Ayolaahhhh!!! Ini bukan zamannya lagi penguasa “keep smile” yang terpampang pada uang 50 ribuan, yang selain arogan, juga berhasil menciptakan “dosa turunan”(pada kasus lain..), yang tak segan membumihanguskan semua yang tidak sefaham dan tidak sama persepsinya dengan tiran (jadi inget lagi pasal subversif pada zaman itu). Kita seharusnya bebas beraspirasi dan mengkritisi apa saja yang kita anggap menyimpang, terlebih itu menyangkut urusan publik. Karena semua hal yang berhubungan dengan publik, hak publik wajib tahu, termasuk generasi muda kita yang mungkin jadi sasaran “politic education” nya Seringai.


Dear Bapak Polisi…

Ini adalah ekspresi kiritik, pesan simbolik, juga pencerahan publik. Kalau semua kritik dan pengungkapan kebenaran yang jelek dianggap sebagai penghinaan, apa nanti jadinya negara ini, ketika ekspresi visual yang (bisa jadi) merupakan kritik membangun, disalahterjemahkan menjadi bentuk hinaan. Mengutip kata Homicide, “ mereduksi puisi hingga ke level yang paling fatal!”. Semua orang akan sibuk memperkarakan satu dan yang lainnya, tanpa membicarakan (apalagi menyelesaikan) sesuatu yang jauh lebih penting, yaitu content kritikan tersebut.

Kalian seharusnya bangga ada sekumpulan anak muda (yang biasanya apatis) yang dengan rela mengkaji, memproduksi, mendistribusikan hingga membeli seonggok T-shirt yang berisi kritikan penuh perhatian kepada kalian. Dan untuk para aparat kepolisian yang memang jujur (kalo ada..), seharusnya juga tidak akan menjadi masalah dengan kritikan tersebut, tidak sesensitif anak perawan yang baru kena PMS J.


Dear Kawan-Kawan Semua Bangsa Tanah Dan Bangsa Air (hehehe...)

Merchandise sebuah Band, merupakan bentuk dari image band itu sendiri. So, dengan adanya kasus ini, jangan sampai kedepannya terjadi pembunuhan karakter, pembatasan kreatifitas, pembungkaman untuk berekspresi dan berargumentasi terlebih ketakutan dari tindakan represif kepolisian, di negri yang katanya demokratis ini. Saya tidak tau ujung kasus Seringai tadi seperti apa, juga tidak tau kedepannya jika ada kasus serupa. Orang bijak pernah berbicara, “Tirani adalah musuh alami kebebasan berekspresi. Ketika tirani yang kuat berkuasa, kebebasan berekspresi tidak akan punya ruang untuk bertahan”. Maka bagi kalian para penantang tiran, tetaplah bebas berekspresi untuk dunia yang damai.

Kritik mempunyai tujuan dan harapan yang sederhana, yaitu sebuah kondisi yang lebih baik. Semestinya pihak yang dikritik bisa menerima kritik tersebut dengan lapang dada. Yakinkan semua tetap kondusif, bukan melakukan intimidasi dan tindakan represif. Fahami secara detail terhadap pesan “sensitif" tersebut, dan sikapi secara arief dan bijaksana. Karena katanya (lagi), kesadaran akan kebebasan berbicara dan menerima kritik adalah elemen mutlak untuk sebuah kemajuan.

“Kebudayaan datang dari manusia, ungkapan dirinya, baik dalam hal cara berfikir, cita rasa serta seleranya, yang tentunya bersifat fana dan relatif”
-Mangunwijaya (1995)


Salah Satu Contoh Kekerasan Polisi (!)

Tetap Kritis dan Tetap Berekspresi!!!!!!!